Seni
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama 3500
tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang
dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki
prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran
ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran lain.
Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang
datar dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki
kedalaman spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam
komposisinya. Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah
baik di tembok makam dan kuil, peti mati, maupun patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan
dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral seperti bijih besi
(merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga atau arang
(hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum arab sebagai pengikat dan ditekan (press), disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak digunakan. Firaun menggunakan relief
untuk mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau
peristiwa religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah
liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi populer untuk
ditambahkan di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas hidup di
kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah,
perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun
bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya
seni Mesir Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku
politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan
gaya Minoa ditemukan di Avaris.
Salah satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang
menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna:
patung-patung disesuaikan dengan gaya pemikiran religius Akhenaten. Gaya
ini, yang dikenal sebagai seni Amarna, langsung diganti dan dibuah ke
bentuk tradisional setelah kematian Akhenaten.
Tidak ada komentar
Posting Komentar